Lanjut tentang proses Madekur & Tarkeni......
Untuk mengembangkan karakter kita dalam setiap peran, kita harus memiliki biografi dari peran itu. Agar ada sejarah dibalik apa yang kita lakukan dan kita bicarakan diatas panggung. Latar belakang karakter harus terbangun dengan apik sesuai dengan naskah atau Given Circumstance (Situasi-situasi terberi yang ada dalam teks berdasarkan sistem Stanylavski) yang ada dalam teks. Kita tidak boleh mengarang bebas dalam membuat biografi, harus dicocokan atau disesuaikan dengan apa yang terberi dalam naskah, yang sesungguhnya menurut saya itu adalah sebuah petunjuk agar kita bisa mengembangkan biografi itu sendiri. Berikut akan saya share tentang biografi dari peran saya sebagai "Marni" (Ibu Tarkeni).
Peran : Ibu Tarkeni
Marni Wati(50) menikah dengan suaminya, Rahman(57) pada saat usianya 18 tahun. Pada masa itu umur segitu sudah disebut perawan tua, jadi mau tidak mau Marni harus menerima lamaran Rahman Sukoco, seorang pemuda anak teman bapak Marni. Awalnya perempuan yang kalauvberjalan langkahnya kecil-kecil tapi cepat ini tidak cinta dengan Rahman, tapi karena selalu bersama yaa lama kelamaan jadi sayang dan melayani suaminya. Marni dan Rahman dikaruniai 5 orang anak, dua laki-laki dan tiga perempuan. Tarsono(30tahun), Tarmizi(25), Tarkeni(21), Tarniah(18), dan Shinta Sari(15). Marni Wati anak tunggal sehingga semua warisan keluarga untuk ia dan keluarganya. Ada rumah dan sawah. Tetapi nasibnya tidak baik, Rahman tidak getol dan pandai bertani, setiap nanam gagal, akhirnya sawah di gadai untuk memenuhi kebutuhan dan tidak sanggup membayar gadai dan melayanglah sawah sedikit demi sedikit, sampai sekarang akhirnya kandas. Untuk memenuhi kebutuhan, Tarsono dan Tarmizi mengolah sawah orang lain kadang-kadang dibantu oleh Rahman, tetapi hasilnya sangat pas-pasan untuk makan seluruh anggota keluarga dalam rumah tua tetapi luas itu. Tarsono, istri, dan ketiga anaknya tinggal disitu, begitu juga istri dan seorang anak dari Tarmizi. Mereka hidup satu atap dengan kondisi yang pas-pasan sekali, pas untuk makan dan tidur. Mereka tinggal di lingkungan pedesaan yang mayoritas orang tani dan kebon. Di sebuah desa, di Pekalongan. Mungkin keadaan keluarga yang seperti itulah yang membuat Tarkeni ingin merantau ke Jakarta. Marni sehari-hari hanya menjadi ibu rumah tangga dan meladeni anak serta cucunya.
Marni memiliki penyakit jantung karena keturunan dari bapaknya yang meninggal karena penyakit yang sama. Marni suka keluar keringat banyak di dahi, tangan dan lehernya. Ia juga memiliki rasa cemas yang berlebihan, seperti yang terjadi terhadap Tarkeni. Ketika ia dikejutkan oleh sesuatu, kadang bisa sampai pinsan. Perempuan berambut panjang itu nurut dengan suaminya, dan sabar tetapi bukan tidak berdaya. Ia selalu meladeni segala keinginan suaminya. Ia memiliki kehawatiran yang berlebihan dengan Tarkeni, itu artinya ia sangat open dan peduli dengan seluruh keluarganya. Keluarga ini beragama islam. Suku asli Jawa, dan mereka juga tinggal di desa yang hampir semua penduduknya orang Jawa.
Begitulah sedikit cerita tentang biografi singkat sebuah peran. Menurut saya ini masih kurang sangat banyak untuk sebuah biografi peran, kalau bisa sampai warna kesukaan, makanan dan minuman kesukaan dll. Sebegitu pentingkah memiliki biografi peran? Ya! Sangat penting! karena ini adalah modal awal seorang aktor dalam memainkan peran, agar akting yang dilakukan di atas panggung meyakinkan dan tidak kosong imajinasi. Misalnya seperti ini.. tidak ada adegan atau dialong yg menceritakan tentang anak-anak atau cucu dari Marni, hanya ada dialog bapak (Rahman) tentang memiliki anggota keluarga berjumlah 11 orang, Tapi disitu saya coba mencari kemungkinan, kira-kira 11 orang itu siapa saja dan mengapa tinggal satu rumah dll. Jadi ketika Bapak mengucapkan dialog itu dan si Ibu hanya meng-iyakan saja, ada imajinasi yang muncul pada saat itu, Bukan hanya iya iya saja. Akan beda hasilnya ketika kita membuat biografi peran dan tidak. Ketika membuat biografi peran, dengan sendirinya peran itu menjadi hidup seperti seseorang yang kita kenal dan ada latar belakang atau cerita yang kita sebagai seseorang yang memerankan peran itu mengenal dengan baik pula.
Manfaat yang lain adalah munculnya kebiasaan fisik yg kadang terencana atau tidak muncul diatas panggung. Misal seperti ini, Marni adalah seorang ibu yang sabar, sehingga timbul pikiran pikiran seperti ini "oh, marni ini penyabar, kira kira apa yang dilakukan seorang ibu yang penyabar melihat anaknya ribut atau berdebat dengan suaminya, atau ketika melihat suaminya marah apa yang dilakukan dan bagaimana cara menunjukan kesabaran itu sehingga tampak dan meyakinkan di atas panggung" begitu lah... kalau bisa malah timbul ide seperti ini, bagaimana cara menunjukan kesabaran yang khas milik Marni dan tidak pasaran atau klise. Jadi itu adalah akting otentik milik si Marni.
Dalam menyusun biografi pun kita harus tetap mencari sesuatu yang sedikit ilmiah dan logis, Supaya tidak menjadi asal. Misal : situasi terberi tokoh Marni yaitu memiliki penyakit jantung. Nah, saya harus tahu apa penyebab penyakit jantung, lalu apa gejalanya, apa yang terjadi kalau kumat dll. Mungkinkah seseorang yang bisa dibilang hidup pas-pasan memiliki penyakit jantung? ya mungkin saja, tapi itu jarang terjadi, sehingga saya buat kalau penyakit jantungnya keturunan dari bapaknya yang dulunya orang "punya". Beberapa cerita kita susun secara logis sesuai teks yang ada, supaya tidak rancu dan malah membingungkan penonton. Ada dialog bapak yang mengatakan tentang sesuatu lalu dia menyebut "cangkul". Nah, dengan dialog cangkul itu, kira-kira profesi apa yang tepat untuk suaminya itu? tentu saja yg berhubungan denga cangkul. Jadi sekecil atau sesedikit apapun dialog yang ada di teks, bisa jadi itu sebuah petunjuk yang bisa kita kembangkan dalam menyusun biografi peran. Terus mencari petunjuk-petunjuk pengarang dengan cara membaca berulang-ulang teks itu sendiri dan menganalisa tentunya.
Itulah sedikit cerita yang bisa saya share tentang biografi sebuah peran.