Thursday 8 October 2015

Apa Yang Paling Kurindu dari Proses Teater?

Kalau suatu hari aku sudah tak lagi berteater dengan alasan yang pastinya sangat sulit untuk kuterima, misalnya tubuh yang sudah tak kuat lagi mengendarai motor atau menyetir mobil atau keadaan yang memaksaku pindah ke tempat yang jauh atau dekat, apa kiranya yang paling aku rindukan dari proses berteaterku ini? tiba-tiba pertanyaan itu menghampiriku malam ini. Kosong.

Bukan, bukan bagaimana tegangnya saat akan pentas, susahnya mencari akting yang pas untuk peran, tepuk tangan dan pujian penonton,  kritik dan ejekan penonton, menganalisa dan  menghapal naskah, mencari subtek, beradu argumen dengan teman, atau perjalanan tour pentas ke berbagai kota, melainkan perjalanan pulang dari sanggar kerumah. Kenapa? Apa-apa yang aku sebutkan diatas itu memang pasti akan aku rindukan, tapi perjalanan pulang dari sanggar ke rumah itulah yang paling kurindukan sepertinya sekarang ini yang kupikirkan, bisa saja berubah sebulan atau setahun lagi. 

Rumahku memang paling jauh dan paling rawan begal dibanding teman-teman lainnya. Aku juga tidak pernah merasa iri dengan teman-temanku yang rumahnya dekat dengan sanggar. Dengan jarak yang kurang lebih 30 KM dan letaknya di luar kota Bandar Lampung sebenarnya aku sendiri tak pernah merasa takut atau berpikir akan ancaman begal dll, bukan sombong, tapi ada hal besar yang bisa mengalahkan rasa takutku itu. 

Sepi jalanan, dingin angin, toko-toko sudah tutup, dan perasaan yang berkemelut yang tak tunai didalam diriku selalu menjadi kekuatan atau energi untuk  perjalanan pulang ku ini. Setiap hari memiliki rasa yang berbeda-beda. Dalam perjalanan ada perasaan gelisah  dan pikiran yang tak tunai, yang mengganjal, yang membuatku selalu ingin datang lagi esok dan kadang membuatku tak bisa tidur. Perasaan belum tuntas itu misalnya seperti ini, malam ini aku berdiskusi dan belajar tentang paragraf. Belum selesai diskusi itu sudah seperti di ingatkan selalu dengan larutnya malam. Waktu sudah hampir jam 12 malam dan pelajaran tentang macam-macam paragraf belumlah beres. Kami belum selesai memberi contoh penggabungan antara paragraf narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi dalam satu topik, tapi kami harus segera pulang. Pada situasi seperti itu, sungguh tak mengenakkan ketika perjalanan pulang. Di perjalanan aku memikirkan, ahh.. pelajaran belum tuntas dan besok belum tentu diulang lagi, pasti ada topik yang beda, ada pelajaran yang beda lagi, sementara pikiran masih gelisah. Contoh yang lain, ketika aku latihan "Buried Child" dan peran Selly ku coba tawarkan bentuk dan pilihan baru kepada sutradara, tapi ternyata bentuk baru itu tidak pas menurut sutradara. Dan bodohnya aku ngeyel dan tidak berterima dengan hal itu dan mengajak sutradara beradu argumen. Ketika di perjalanan pulang, pikiran dan perasaanku seperti diajak me-rewind lagi apa yang sudah  kulakukan tadi ketika di atas panggung, berdiskusi dengan teman atau sutradara. Ada penyesalan sudah melakukan kesalahan, penyadaran bahwa yang sutradara atau teman lain katakan itu benar,  ada ego yang tetap merasa tak mau kalah, ketidakpuasan dengan argumen yang dikatakan teman atau sutradara, ada rasa sakit hati karena dikritik, ada keriangan saat dipuji, ada kesenangan karena menerima pelajaran yang memang sangat dibutuhkan,  ada yang bersisa. Dalam perjalanan pulang itulah aku seperti merefleksi apa-apa yang sudah aku lakukan selama latihan hari ini, yang membuatku merasa ingin memperbaiki, menyesali, merasa kurang, merasa bodoh, merasa sombong, merasa benar, merasa sangat butuh kembali lagi ke sanggar. 

Perjalanan jauh, sendiri, sepi dan ada refleksi. Itulah mengapa aku sangat senang pada bagian itu di seluruh proses berteaterku, dan mungkin itu yang akan aku rindukan kelak. Bagiku, itu istimewa. Aku tidak tahu kenapa perasaan itu muncul ketika dalam perjalanan pulang, bukan ketika mau tidur atau mau berangkat latihan atau yang lainnya. Setelah hampir 8 tahun berteater, ternyata aku baru menyadari hal itu malam ini. Mungkin nanti kalau rumahku pindah jadi di dekat sanggar dan tidak ada lagi perjalanan pulang yang jauh, belum tentu aku merasakan hal istimewa itu. Aku harus menemukan situasi lain yang bisa menggantikannya, dan aku belum memikirkan itu apa. Karena memang tak ingin.

No comments:

Post a Comment